Cinta Pada Sebuah Mimpi
- Dialah Tiara atau biasa dipanggil Ara.
Cantik, manis, dan pintar. Andre terkadang merasa minder apabila berada
di dekat Tiara. Andre bisa dibilang beruntung sekali bisa dekat dan
akrab dengan Tiara. Meskipun Andre agak telmi tapi Tiara tidak pernah
bosan untuk memberikan advice atau nasehat-nasehat yang membuat Andre
semangat dan bangkit kembali. Duh, Tiara di mata Andre adalah sebagai
guru sekaligus cewek ‘super’. Belum ada yang bisa menandingi Tiara. Baru
kali ini kayaknya Andre bisa menilai sosok cewek yang betul-betul baik
dan sempurna. “Kau begitu sempurna di mataku kau begitu indah…..” begitu
Andre menyanyikan lagunya Andra and The Backbone setiap Andre
menghayalkan sosok Tiara di kamarnya.Sampai tidak terasa sudah setahun
persahabatan mereka berdua, tanpa disadari ada perubahan dalam diri
Andre. Tiara bukan saja sebagai teman. Tapi lebih dari itu. Entah
darimana awalnya perasaan itu. Atau seringnya kebersamaan dapat
menimbulkan cinta?
“Bisa juga begitu Ndre” kata Jo suatu ketika mereka bertemu, ”karena
sering bertemu bisa menimbulkan cinta. Tapi apa kamu nggak takut kalau
persahabatan kamu rusak gara-gara cinta?” Jo mencoba memberi pandangan.
“Iya juga tapi mau bagaimana lagi Jo? Cinta kan nggak bisa ditahan kapan mau datangnya?”
“Benar, Ndre, kamu tahu nggak? Cinta adalah api yang dingin. Siapa yang mendekatinya tidak akan terbakar tetapi tertangkap”
“Huu, omonganmu seperti profesor. Lagi encer, ya pikiran kamu?.”
“Iya dong, memangnya kamu, Ndre! Tahunya cuma pacaran doang. Nggak tahu makna sebenarnya apa itu cinta ”
“Halah Jo….ini juga kamu lagi kadang-kadang pinternya. Cuma gara-gara
tadi makan bakso Malang aja, kan mangkanya pikiran kamu encer?”
“Hahaha….!” Keduanya tertawa bersama melepas kejenuhan.
Hari itu Andre merasa gelisah. Entah kenapa Tiara begitu kuat melekat
dalam pikirannya. Andre mencoba untuk bersikap biasa seperti hari-hari
sebelumnya. Huh, tetap tidak bisa juga. Sampai suatu ketika ada yang
tidak beres terjadi pada Tiara. Tadi dia menelpon Andre dan cerita
panjang lebar tentang perlakuan Toto. Andre panas mendengarnya, Andre
cemburu. Berani-beraninya Toto nggodain Tiara. Menyakiti Tiara. Dalam
kamus Andre adalah jangan sampai Tiara disakiti oleh siapapun.
“Kamu tenang ya, Ra” bujuk Andre kepada Tiara. “Kamu gak usah terlalu sedih begitu. Kan masih ada aku”
“Iya, makasih Ndre” Terdengar isak tangisnya tersendat-sendat dari seberang sana. Andre semakin trenyuh mendengarnya.
Dimatikannya handphone. Dipikirkannya baik-baik cara membalas sakit hati
Tiara. Hmm….Andre sudah gelap mata. Tangannya mengepal keras. Dan benar
keesokan harinya Tiara mendengar kabar Toto sudah berada di rumah
sakit. Mukanya babak belur, matanya bengkak, hidungnya berdarah dan
masih banyak lagi. Tapi mengapa tiba-tiba Tiara datang ke rumah Andre
malah melabraknya habis-habisan. Tiara marah besar kepada Andre.
“Pokoknya aku nggak mau menganggap kamu sahabat aku lagi. Aku nggak mau
meliat kamu lagi, Ndre. Kamu jahat!” begitu ancaman Tiara sambil
meninggalkan Andre.
Andre bingung. Belum sempat Andre bertanya kenapa, Tiara sudah pergi
meninggalkan Andre. Aduh, ada apa dengan Tiara? Kok tiba-tiba marah
seperti itu. Tidak biasanya Tiara semarah itu. Hancur sudah. Semua
kenangan manis waktu bersama Tiara musnah. Tidak ada lagi cewek ‘super’
dalam diri Andre. Tidak ada lagi cewek cantik sekaligus guru dalam diri
Andre. Sampai-sampai Andre mendengar kabar Tiara pacaran dengan Toto.
“Pantas saja Tiara marah besar. Rupanya Tiara nggak rela kalau Toto aku labrak?” bisik hati Andre.
Bertambah pilu hati Andre. Hilang harapannya untuk mendapatkan Tiara.
“Kenapa dulu tidak aku ungkapkan saja perasaan cintaku pada Tiara?”
Sekarang Andre sudah benar-benar merasa kehilangan. pegangan.
Sejak itu Andre menjadi banyak melamun. Apalagi ketika berpapasan
dengan Tiara di jalanpun Tiara cuek saja. Seakan-akan tidak pernah
mengenal Andre. Andre cuma bisa menatap Tiara dari kejauhan. Tanpa bisa
menggandeng lagi tangannya, tanpa bisa lagi bercanda dengan Tiara. Gone
with the wind. Terbang bersama angin.
Siang itu matahari begitu terik. Biasanya siang hari begini terasa
begitu sejuk karena waktu itu berjalan bergandengan tangan bersama
Tiara. Sambil bercanda bersama sepanjang jalan. Terasa sekali Andre kini
sendiri. Entah sampai kapan sendiri itu terus berlanjut.
Tiba-tiba Lamunan Andre buyar ketika di hadapannya telah hadir lima orang anak muda. Wajahnya sangar. Tubuhnya tinggi tegap.
“Heh, kamu Andre, ya?” tanya salah seorang dari mereka. Andre
mengangguk. Belum sempat Andre bertanya apalagi berpikir wajahnya sudah
dihajar. Bak ! Buk! Brak! Aduh! Auw!. Huh, five in one!. Tidak
tanggung-tanggung lima lawan satu. Jelas sekali Andre sekarang yang
babak belur. Masuk rumah sakit. Sepi. Sunyi. Dimana-mana serba putih
termasuk perban di wajahnya. Hmm, kasihan Andre. Kini hanya bisa
tergolek lemah tak berdaya. Cuma ada seseorang wanita yang rajin
menemani Andre yaitu Retna. Teman sekelas Andre. Setiap waktu Retna yang
selalu menemani Andre sambil membawa segala macam makanan dan
buah-buahan. Cerita sana-sini untuk menghibur Andre.
Tiba-tiba timbul dalam hati Andre cewek super selain Tiara. Betulkah
Retna cewek super pengganti Tiara? Retna yang selalu menemani Andre di
saat Andre menderita, Retna yang selalu bercerita tentang mimpi-mimpi
indah, tentang apa itu cinta. Ya, Retna yang telah menemukan Andre dalam
keterasingan. Dalam ketakberdayaan. Dalam kesendirian.
“Makasih ya, Na, kamu sudah menyempatkan waktu buat menemaniku” suara
Andre lemah. Sambil menahan sakit di bibirnya yang pecah terkena bogem
mentah lima pemuda tempo hari.
“Ah, nggak usah sentimentil begitu. Aku ikhlas kok. Bukan saja karena
aku sayang kamu, tapi karena aku hanya ingin menjadi orang yang kamu
butuhkan di saat apapun” suara Retna serak karena tertahan oleh air mata
yang membasahi pipinya.
“Maafkan aku Na, aku sudah tidak mempedulikan kamu selama ini?” kata
Andre sambil menyeka air mata Retna dengan telapak tangannya.
“Tidak apa apa, Ndre. Aku menyadari itu. Kamu tidak mencintaiku”
Mata Andre basah. Dipandanginya Retna. “Dalam bening bola matamu, kau
pandang aku, dalam putihnya hati kita, entah aku yang membutuhkanmu atau
kamu yang mencintaiku?” hati Andre terus bergumam. Menilai-nilai apakah
Retna telah hadir untuk mengusir kesepiannya, untuk mengisi relung
hatinya yang paling dalam…?
Beruntung Andre cepat sembuh. Seperti biasa Andre berangkat ke sekolah
namun tiba-tiba matanya menangkap dari kejauhan Toto dan komplotannya
petentang-petenteng. Semakin angkuh sambil menggandeng Susi. “Cewek
mana lagi tuh yang digandeng Toto?” Bisik hati Andre. Pikirannya
langsung tertuju kepada Tiara. jangan-jangan telah terjadi sesuatu
terhadap Tiara. Terus berkecamuk. Gelisah. Hingga jam istirahat Andre
memintak ijin untuk pulang sekolah lebih cepat. Dan langsung ke rumah
Tiara.
Sampai disana benar juga telah terjadi sesuatu. Kelihatan Tiara habis menangis. Matanya merah, basah oleh air mata.
“Toto sudah mutusin aku, Ndre” suara Tiara sambil menangis. Andre sedih
mendengarnya. “Aku terlalu bermimpi” kata Tiara kembali. “Padahal aku
nggak tahu cara-cara meraih mimpi. Dulu aku terlalu menaruh
harapan-harapan manis kepada Toto, hingga aku tega meelupakan kamu,
Ndre. Sekarang aku menanggung akibatnya. Kamu dulu pernah memberikan
pelajaran bagaimana caranya meraih mimpi tapi aku yang bodoh tidak mau
menuruti kata-kata kamu. Sekarang pasti kamu nggak mau menerima aku
lagi. Iya kan, Ndre?”
Andre kebingungan. Baru kali ini Andre melihat Tiara menangis. “Ra, aku
nggak pernah melihat matamu menangis saat kamu menatap angkuhnya dunia,
bibirmu tak pernah berucap sesal saat kamu hadapi berjuta kegetiran.
Namun sepenggal cinta telah mampu mengoyakkan indahnya matamu hingga
kering airmata, sepenggal cinta telah mampu menggetarkan bibirmu untuk
berucap cinta”
Tangan Andre memeluk erat tubuh Tiara. Ada rasa rindu bergelayut dalam
dadanya. Ada rasa kangen bersemayam dalam hatinya. Pikirannya dipenuhi
seribu tanya sejuta bimbang. Tiba-tiba terbayang wajah Retna. Cewek
‘super’ yang selalu menemani Andre saat Andre mengalami kesusahan, yang
selalu memberi semangat saat Andre patah semangat. Sekarang Andre
dihadapkan kembali pada sosok diri Tiara, cewek ‘super’ yang sudah
pertama kali sanggup membuat Andre uring-uringan. Apa benar cinta sejati
datang pada saat cinta pertama, dan cinta selanjutnya adalah cinta yang
dibuat dengan perhitungan? Sekarang Andre dituntut oleh dua kenyataan.
Tiara dan Retna. Mereka sama-sama cewek ‘super’. Sama-sama memberikan
kesan manis. Sekarang Andre yang merasa bodoh. Andre tidak mampu meraih
mimpi-mimpi manisnya. Andre tidak punya lagi guru yang super yang bisa
mengajarkan bagaimana caranya meraih mimpi, bagaimana caranya meraih
harapan-harapan manis. Andre tidak mampu…
T A M A T
Teach me how to dream
Help me make a wish
If I wish for you
Will you make my wish
come true
I am stranger here
Stranger it may seem
Take me by the heart
Teach how to dream
(“Teach Me How To Dream” song by: Robbin mc Auley)
YOU ARE MY EVERYTHING
“kenapa kamu tega menghianati aku Miko ? apa salahku selama 1 tahun kita
bersama ? apa ?! katakan padaku Miko !!” aku tak dapat lagi menahan
rasa sakit hati yang meluap-luap di dada. Aku tidak peduli jika ia
menganggap aku wanita yang cengeng. Aku menangis di hadapannya karena
aku tidak bisa lagi mentolerir perbuatannya kali ini. Miko, kekasihku
yang sudah menghiasi hari-hariku selama 1 tahun kini berhianat dengan
wanita lain. Aku tidak tau siapa wanita itu, aku tidak mengenalnya,
tetapi Miko sendiri yang mengaku kepadaku kalau ia sudah mengecewakan
aku dan meminta padaku untuk mengakhiri hubungan kami karena ia merasa
sudah tidak mungkin untuk melanjutkan semuanya ini.
“aku sungguh minta maaf Sharon, tapi aku tidak bisa lagi bersamamu.
Maafkan aku...” Miko tidak memberiku kesempatan untuk berbicara, ia
langsung pergi meninggalkan ruang tamu rumahku yang hanya berisikan kami
berdua. Tangisku pecah saat mendengar pintu rumahku tertutup. Miko
sudah benar-benar pergi, ia tidak akan kembali lagi, ia ternyata serius
dengan perkataannya. Aku bodoh sekali telah mempercayainya. Ini semua
kesalahanku dan aku layak menerimanya.
‡‡‡
Aku hanya tinggal dirumah bersama dengan Bi Lastri dan supirku Mas Seno.
Orangtuaku selalu sibuk mengurus bisnis di luar kota atau luar negri.
Meskipun begitu aku tidak pernah merasa kesepian karena mereka berdua
selalu menghibur dan menemaniku. Tentu saja, karena Bi Lastri dan Mas
Seno sudah mengasuhku sejak bayi sampai sekarang aku menjadi mahasiswi,
aku tetap masih membutuhkan mereka.
Ketika Miko memutuskan hubungan kami aku pun menceritakan semuanya
kepada mereka. Aku menangis di pelukkan Bi Lastri wanita paruh baya itu.
Ia membelai rambutku dan menenangkan aku seperti anaknya sendiri. Walau
Miko tidak mencintaiku tetapi aku beruntung karena masih mempunyai
mereka yang menyayangiku. Untuk itu aku berjanji tidak akan terpuruk
karena dia.
“loh non Sharon kok belom ganti baju sih ? Tuan sama nyonya udah nunggu
di bawah untuk makan malam dari tadi, cepetan ya non abis itu non
langsung turun.” Ujar Bi Lastri yang sudah bolak-balik ke kamar untuk
mengingatkan aku berulang kali.
“iya iya, bilang sama mama dan papa suruh tunggu ya bi. Aku bentar lagi
turun, mau siap-siap dulu.” Kataku lalu menutup pintu kamar dan
menguncinya setelah bi Lastri keluar.
Aku rasa aku tidak bisa menepati janjiku, aku rasa aku lebih baik mati
daripada tidak bersama Miko. Aku tidak bisa hidup tanpanya. Diriku hampa
tanpa kehadiranya, tanpa senyum manisnya, serta canda tawanya. Sudah 1
bulan aku mengambil cuti kuliah karena aku merasa belum sanggup untuk
mengikuti pelajaran mata kuliahku semenjak Miko meninggalkanku.
Dan kini mama dan papaku baru saja kembali dari Manado tadi pagi. Entah
mengapa kepulangan mereka kerumah pun tidak bisa menghibur hatiku yang
sedang terguncang.
Maafkan aku ma, pa... aku bukan anak yang baik, aku rasa aku tidak
bisa makan malam bersama lagi dengan kalian, untuk selamanya... selamat
tinggal...
Aku menelan banyak obat tidur yang ada di laci lemari kamarku malam itu.
Aku berniat untuk mengakhiri rasa sakit ini. Aku yakin setelah aku
meminum semua obat tidur ini aku akan merasa tenang dan rasa sakit itu
tidak akan muncul lagi. Beberapa menit kemudian aku merasa tubuhku mati
rasa, aku jatuh tergeletak ke lantai dan mengalami kejang-kejang.
Dari luar pintu kamar aku masih bisa mendengar mama dan papaku yang
terus mengetuk-ngetuk pintu dan berteriak dengan cemas. Aku dengar
mereka meminta bantuan pada Mas Seno untuk mendobrak pintu kamarku.
Tidak...ma, pa.. kalian jangan masuk... aku tidak ingin kalian menangisi anak kalian yang bodoh ini...
Mataku mulai meredup, perlahan tertutup dan aku tidak tau lagi apa yang terjadi setelah itu. Aku rasa aku sudah mati ?
Ya, baguslah! Rencanaku berhasil! Ucapku dalam hati.
‡‡‡
Harapanku ternyata tidak terkabul. Orangtuaku membawaku ke rumah sakit
tepat waktu sehingga aku berhasil diselamatkan. Aku sempat tidak
sadarkan diri selama 2 bulan, dan sekarang aku sudah keluar dari rumah
sakit itu. Mama dan papaku tampak terpukul dengan kejadian ini. Mereka
menangis begitu mendapati aku tersadar dari koma. Aku sungguh seperti
anak durhaka. Aku berdosa kepada mereka berdua dan terutama kepada
Tuhan. Bagaimana bisa aku melakukan percobaan bunuh diri hanya karena
seorang pria ? maafkan aku Tuhan..
Setelah kejadian itu orangtuaku memutuskan untuk membawaku ke London.
Mereka ingin aku melupakan hal-hal yang terjadi di Jakarta dan memulai
lembar kehidupan yang baru. Aku menyetujuinya, walaupun aku tau nanti di
sana mereka juga tidak selalu hadir untuk menemaniku, tapi setidaknya
aku berada di tempat yang baru dan aku harap aku bisa melupakan kenangan
pahitku.
Keesokan harinya aku, mama dan papa segera terbang ke London. Aku pasti
akan sangat merindukan Bi Lastri dan Mas Seno, tapi ini adalah jalan
yang terbaik bagiku. Miko pun tidak pernah memberi kabar sama sekali
sejak terakhir kali kami bertemu, padahal aku tetap ingin berteman
dengannya, nomernya juga sudah tidak aktif lagi. Aku rasa ini memang
saatnya aku untuk melupakannya.
Sesampainya di ibu kota Inggris itu aku langsung merebahkan tubuhku ke
kasur karena Jet lag yang mendera. Ya, ini lah rumah baruku, tempat
tinggal baru, dan orang-orang baru yang akan mengisi kehidupanku.
Mama memasuki kamarku dan menghampiri aku yang sedang terbaring di
tempat tidur. “Sharon, kamu istirahat yang banyak ya, mama dan papa
harus pergi ke Manchester untuk menemui relasi bisnis. Kalau kamu butuh
sesuatu minta saja sama Nanny Grace. Oh ya, dia juga bisa berbahasa
Indonesia.”
“ya, kalian berdua hati-hati.” ucapku sambil menarik bedcover bermotif bunga mawar itu.
Sendiri lagi... selalu seperti ini, and i’m getting used to it.
Aku menetap di London hanya sampai aku merasa lebih baik saja, aku tidak
sungguh-sungguh pindah ke negara ini. Aku mengambil cuti 1 tahun di
kampus ku dengan alasan terapi penyembuhan. Istilah
“tidak ada tempat yang paling nyaman dari kampung halaman”
itu memang benar. Walaupun tinggal di London, aku tetap rindu Indonesia
dan aku akan segera kembali sampai aku selesai menata hatiku.
“Sharon, apa kau butuh sesuatu ?” sahut seseorang dari luar kamarku
dengan bahasa Indonesia yang tidak terlalu fasih. Ya, itu adalah Nanny
Grace.
“tidak, saat ini aku ingin tidur saja. Terimakasih tawarannya Nanny.” Balasku nyaring.
“baiklah. Istirahat yang cukup.” ujarnya.
Aku tidak merasa lelah lagi, justru sekarang merasa bosan. Aku membuka
laptopku dan menyolokkan modem ke port usb. Sudah 3 bulan aku tidak
membuka akun jejaring sosialku, mungkin ada hal terbaru yang tidak ku
ketahui.
“maafkan aku meninggalkanmu, sekarang kau pasti membenciku. Tidak
apa, itu justru yang aku inginkan karena aku memang tidak pantas
mendapatkan wanita yang sangat baik sepertimu.. aku hanya seorang
pengecut, i’m so sorry Ser..” 3 months ago.
Ketika membuka akun facebook-ku, itulah hal pertama yang aku liat di
beranda. Itu adalah status yang ditulis Miko 3 bulan yang lalu. Karna
penasaran aku pun membuka profilenya secara keseluruhan. Entah mengapa
jantungku berdetak lebih cepat 2 kali lipat dari sebelumnya. Begitu
tampilan facebook Miko terpampang lengkap di depan kedua bola mataku aku
tidak dapat berkata sedikitpun. Aku hanya menggigit bibir bagian
bawahku, menahan agar aku tidak menangis ketika membaca semua statusnya.
“sepertinya harapanku sudah sirna, kalau memang dia sudah
melupakan aku dan bahagia bersama dengan orang lain, aku pun akan
berusaha untuk bahagia.” 15 minutes ago.
“ini membuatku tersiksa, aku tidak sanggup lagi..” 1 day ago.
“aku harap dia tidak membuka akun facebooknya, kalau ya, aku benar-benar akan sangat malu.” 2 days ago.
“it’s so cold without you by my side, i’m sorry to hurt such an angle like you. You are my everything.” 4 days ago.
“you must be hate me so much.” 2 weeks ago.
“if only i could tell you the truth, would you still love me ?” 1 month ago.
Yang benar saja ?! apa kau benar-benar menulis semua status ini Miko ?
tapi kenapa ? apa alasanmu melakukan ini semua terhadapku ? ternyata kau
tidak pernah sungguh-sungguh ingin pergi meninggalkanku ?! lalu mengapa
kau berbuat seperti itu ?? aku tidak mampu menahan cairan hangat itu
keluar dari mataku, aku merasa sangat senang usai membaca semua
statusnya, namun aku juga merasa sedih karena dulu ia tidak mau jujur
kepadaku.
Beberapa saat aku menangisi hal itu lalu aku tersadar kalau kepergianku
ke London adalah untuk menghapus kenangan pahitku. Ya! aku harus
melupakan Miko! Lagipula sudah terlambat bagiku jika sekarang aku ingin
berharap dia masih mencintaiku. Dari status yang ditulisnya 15 menit
yang lalu dapat disimpulkan bahwa ia akan melupakanku cepat atau lambat,
dan aku harus merelakan itu.
‡‡‡
Hanya 1 bulan aku berada di London dan aku memutuskan untuk kembali ke
Indonesia. Aku rasa aku sudah menata dengan benar hatiku. Aku yakin
sudah tidak ada lagi perasaanku yang tersisa untuk Miko, mantan
kekasihku yang dulu meninggalkanku. Meskipun aku tau kebenarannya, tapi
itu sudah terlambat. Semuanya sudah berakhir...
“Sharon, are you really leaving ? please just stay with me..”
pria bertubuh jangkung itu memelukku dengan erat. Ya, dia adalah Kieran,
aku mengenalnya saat berkunjung ke perpustakaan umum di London ketika
aku merasa down setelah mengetahui yang sebenarnya tentang Miko. Dia
bekerja di sana, dia mengajakku berkenalan dan makan malam. Sebenarnya
aku mulai sedikit menyukai laki-laki tampan berambut coklat itu, tapi
aku harus pergi. Aku harus melanjutkan studiku di Indonesia yang sudah
terbengkalai karena kejadian-kejadian yang terjadi belakangan ini.
Aku mengendurkan pelukannya perlahan.
“i want it, but i can’t, i have to go now. Don’t be sad Ki, i’ll visit you right away. Goodbye..” Ucapku sambil menyunggikan senyum manis kepada Kieran.
Aku bersiap menggaet sebuah tas travel berukuran sedang dan koper besar.
Tetapi saat aku akan membelokkan tubuhku untuk pergi dari sana
tiba-tiba saja Kieran meraih pergelangan tanganku dan menariknya
sehingga tubuhku berputar 180 derajat. Wajahku tepat di depan wajahnya
dan sangat dekat, aku memandang mata birunya penuh tanda tanya. Kieran
semakin mendekatkan wajahnya kearahku, ia menundukan kepalanya sedikit
lalu dalam sekejap ia mendaratkan sebuah kecupan lembut di bibirku yang
membuatku tak bisa berkata apa-apa.
Kieran melepaskan genggamannya lalu berkata.
“sorry if you don’t like it, but that’s our farewell kiss. I’ll be missing you Sharon..”
“thank you Kieran.” Ucapku lalu melangkah pergi dari sana.
Kieran, dia satu-satunya pria yang mampu membuatku ragu untuk pergi dari
London, tetapi aku tetap harus kembali ke Indonesia. Aku tidak akan
melupakanmu Ki. Terimakasih kau sudah hadir dalam hidupku...
‡‡‡
Saat aku sudah menempati tempat duduk ku di pesawat, entah mengapa aku
ingin membuka handphone dan melihat facebook-ku kalau-kalau ada
seseorang yang menulis sesuatu di wall-ku.
Benar saja dugaanku, ternyata ada seseorang me-wall-ku. Dia teman SMA-ku dulu Flavia :
“oh my God! I really miss you Sharon!! It’s been so long, let’s meet up dear.” 6 hours ago.
“please turn off your cell phone because the plane will be taking off in a few minutes.” Ujar pramugari tersebut yang memperingatkan aku karena terlihat masih asik memegangi benda mungil itu.
“oh, ok.” Jawabku singkat.
Cepat sekali pesawat ini akan lepas landas. Aku pun bergegas log off
dari facebook-ku, tapi aku sengaja kembali ke beranda. Dan hal itu
membuatku terkejut! Aku melihat Miko baru saja mengupdate statusnya :
“going back to Indonesia from London, i can’t stand my dad
anymore. I need to meet you! I have to tell you the truth.. hope you
could understand.” Just now.
Apa ?! ternyata dia selama ini ada di London ?! dan sekarang ia sedang kembali ke Indonesia ?!
Ini benar-benar mengagetkan untukku. Aku berdiri dan mencari-cari sosok
Miko. Aku duduk di bagian tengah, jadi aku harus mengecek ke bagian
depan dan ke belakang supaya menemukannya. Namun beberapa saat
mencarinya aku tidak mendapatkan Miko di bangku deretan depan maupun
belakang. Dengan menghela nafas panjang aku pun kembali ke tempat
dudukku.
Aku sedikit terkejut karena ketika aku kembali ke bangku ku aku
mendapati tas besar milik seseorang ada di sampingku. Padahal sebelumnya
aku tidak melihat tas itu, tiba-tiba saja benda itu muncul.
Aku duduk diam, memejamkan mata dan memasang headphone menyetel musik
rock kencang-kencang. Entah kenapa aku merasa sedikit kecewa karena
tidak dapat menemukan Miko dan seharusnya aku juga tidak perlu mencari
pria itu, karena aku harus melupakannya.
Akhirnya pesawat pun lepas landas, hanya tinggal hitungan detik saja
tapi orang yang duduk di sampingku tak kunjung datang. Apa dia belum
pernah naik pesawat sebelumnya? Gumamku dalam hati.
“excuse me miss..” ucap seseorang dengan nafas yang bergemuruh seperti di kejar hantu. Ya, pasti orang itu!
“it’s ok, no...” saat aku melepaskan headphone dan membuka kedua
mataku, aku tak berkutik dan bibirku tak bergerak sedikit pun memandang
orang tersebut.
“Sharon ?” ucapnya dengan nada setengah tak percaya.
‡‡‡
Sungguh sebuah hadiah yang tak terduga bagiku. Aku satu pesawat dengan
Miko dan tempat duduk kami pun bersamaan. Meskipun begitu aku tidak
membuka mulut. Aku mengunci bibirku rapat-rapat dan berusaha bersikap
acuh terhadapnya.
“maafkan aku Sharon... sekarang aku akan menjelaskan semuanya kepadamu.
Aku harap kau bisa mengerti.” Kata Miko yang membuka pembicaraan di
tengah keheningan kami selain suara pesawat yang sedikit bising
terdengar.
Aku tidak memandangnya, aku hanya membalas ucapannya. “aku sudah tau
semuanya, aku sudah baca semua statusmu. Tidak ada lagi yang perlu di
jelaskan.”
“masih ada yang belum kau ketahui Sharon dan aku harus mengatakannya.
Tolong izinkanlah aku menjelaskannya padamu.” Nada yang memelas itu
membuat hatiku luluh. Rupanya aku belum bisa menata hatiku, rupanya aku
masih menyukainya.
“katakanlah apa yang ingin kau katakan.” Ucapku berharap terdengar cuek.
“aku meninggalkanmu karena papaku memaksaku untuk belajar mengurus
perusahaannya, itu ia lakukan karena menurutnya aku lah satu-satunya
pewaris perusahan yang ideal. Dia tidak mau kakakku Tommy yang menjadi
pewaris perusahaan karena baginya Tommy hanya akan memperburuk keadaan
keuangan perusahaan yang sedang goyah saat ini. Karena itu aku beralasan
kepadamu bahwa aku telah menghianatimu, tapi kenyataannya aku sama
sekali tidak pernah melakukan itu Sharon. Aku sangat mencintaimu, tetapi
di lain sisi aku juga tidak bisa menolak permintaan papaku. Tolong
cobalah mengerti keadaanku Sharon, aku tidak pernah berniat untuk
melukai perasaanmu sedi...” Miko terus saja berbicara dan itu membuat
telingaku panas. Aku tidak bisa untuk tidak memaafkannya apalagi karena
alasannya sangat kuat seperti itu.
Aku pun memotong perkataannya. “lalu kenapa kau kembali ? aku melihat
status mu, kau bilang kau tidak tahan dengan papamu.” Kini aku mulai
menatapnya, aku memberanikan diri memandang wajahnya. Dia tidak berubah,
masih sama seperti dulu... sangat tampan..
Miko tertunduk sejenak, ia menggengam tanganku dan kembali berkata.
“sebenarnya urusanku di London belum selesai Sharon, tetapi aku sudah
tidak tahan lagi karena rasa bersalah yang terus menghantui diriku. Aku
ingin kau tau semuanya, dan aku tidak ingin kau membenciku karena aku
sangat menyayangimu.”
“jangan bicara lagi. Aku mencintaimu Miko. Dan aku tidak pernah bisa
membencimu.” Aku langsung memeluk Miko saat itu juga. Rasanya aku rindu
sekali dengan pria ini. Kalaupun aku ingin, aku tidak bisa membenci
Miko. Aku bingung mengapa bisa seperti itu. Tapi satu yang pasti aku
sangat senang bisa bersama lagi dengannya.
You are my everything, no one will be able to replace you from my heart...
You mean the world to me...
You’re the apple of my eye...
DE END
Setelah Kepergianmu
Ku selalu mengingatmu, meski ku tahu itu menyakitkan..
Ku buka handphone ku, tak ada lagi kamu yang selalu memenuhi inbox-ku,
tak ada lagi ucapan selamat pagi dan selamat tidur untukku. Tak ada lagi
canda tawamu yang selalu mengiriku dalam kebahagiaan, tak ada lagi
leluconmu yang membuatku tartawa. Tak ada lagi tatapan yang membuat
jantungku berdebar dan menyejukkan hati. Tak ada lagi genggaman tanganmu
yang selalu membuatku kuat akan setiap masalah yang menghampiriku. Tak
ada lagi pelukanmu yang membuatku tentram dan merasa aman dekat
denganmu. Kini, sekarang ada sesuatu yang hilang, tak sama seperti dulu.
Aku berharap hari-hariku bisa berjalan dengan mulus seperti biasanya.,
walau tak ada kamu disampingku. Kini, aku mencoba menjalani semua
aktivitasku seperti biasa. Dan aku bisa menjalani itu semua walau hatiku
terasa kosong, hampa tanpa ada dirimu yang menemaniku setiap harinya.
Tapi, aku harus tetap tegar dengan semua ini. Setelah kepergianmu, aku
menyadari betapa aku mencintaimu. Setelah kepergianmu, kamu merampas
semua cinta dan kebahagiaan yang kupunya, melarikan ke tempat asing yang
justru tak tahu dimana keberadaannya. Siksaanmu begitu besar untukku,
dan aku terlalu lemah untuk mendapatkan cobaan ini, aku begitu lemah
untuk mendapatkan goresan luka di benakku yang semakin hari semakin
bertambah.
Kini ku tersadar, bukan dia yang begitu tulus menyayangiku, tetapi
kamulah yang menyayangiku dan mencintaiku dengan tulus tanpa adanya
kebohongan. Jujur, aku menyesal setelah kamu benar-benar pergi
meninggalkanku disini bersama bayanganmu. Aku menyesal telah membuatmu
kecewa, padahal aku tak bermaksud mengecewakanmu. Aku menyesal lebih
memilih dia di banding kamu yang jelas-jelas kekasihku. Sudah jelas dia
itu playboy dan sudah menyakitiku berulang-ulang kali dengan
kebohongannya dan semua janji palsunya, tapi kamu berbeda, kamu begitu
menjagaku, menyayangiku, dan aku sia-siakan begitu saja. Mengapa aku
sebodoh ini?
Aku tak pernah membalas semua kebaikanmu padaku, dan aku tak pernah
menyayangimu seperti kamu yang selalu menyayangiku. Bahkan aku selalu
melampiaskan semua amarahku padamu, dan anehnya kamu yang meminta maaf
padaku. Seringkali aku membohongimu seringkali aku berkencan bersama dia
tanpa sepengetahuan kamu, dan itu berarti aku sedang bermain di
belakangmu. Setiap kamu ingin bertemu denganku, aku sering menolak. Tapi
mengapa aku tak bisa menolak dia setiap dia ingin bertemu denganku?
Bahkan jika kamu mengajaku pulang bersama, aku tak mau dan menolakmu.
Aku lebih memilih pulang bersama teman-temanku. Aku sadar itu semua
salah, tapi mengapa aku terus mengulangnya kembali? Kamu pernah berkata
kalau aku itu egois, aku tak menerima kamu berbicara seperti itu
kepadaku, dan aku marah. Aku baru tersadar aku memang egois, benar
katamu.
Dia selalu melaksanakan apa kemauanku, tapi aku tak pernah melakukan apa
yang kamu mau. Hingga beberapa minggu kemudian kamu menjauhiku, kamu
menghilang dari kehidupanku, kamu tak mengirimku kabar sama sekali. Hal
itu membuatku marah dan aku berfikir kamu memutuskan ku secara sepihak,
tanpa tahu permasalahannya apa. Kemudian, kamu menghubungiku di hari
jadianku bersama kamu. Entah mengapa aku menjadi benci padamu, mungkin
karena kamu menghilang beberapa minggu ini. Kamu mengajaku kencan di
malam minggu ini, tapi aku menolak karena kamu bukan pacarku lagi. Aku
berkata kepada kamu, lebih baik kamu pergi dari kehidupanku jangan
pernah menghubungiku lagi, cari wanita lain di luar sana yang lebih baik
dariku. Tapi nyatanya kamu malah meminta maaf padaku atas kesalahan
kemarin telah menjauhiku. Kamu bilang kamu hanya ingin mengetesku. Tapi
ini bukan cara yang benar. Aku tak bisa memaafkanmu, aku tak akan
memberikanmu kesempatan lagi. Dan itu artinya sekarang kamu dan aku
hanya sebatas teman biasa. Padahal sebenarnya aku benci dengan
perpisahan ini.
Entah mengapa jika aku mengingat itu semua, beribu-ribu penyesalan selalu menghampiriku. Apakah kamu terluka karena ku?
Kita itu seperti saling menyakiti, seperti saling mendendam tanpa tahu apa permasalahan yang sebenarnya.
Aku menangis sejadi-jadinya di dalam heningnya malam, atas dasar bahwa
aku memang benar mencintaimu. Aku merasa kehilangan sosok pahlawanku.
Sementara aku selalu melihatmu dekat dengan wanita lain, dan mengapa
wanita itu harus temanku sendiri? Kamu tak pernah tahu bahwa aku di sini
menangis melihatmu bersamanya, aku cemburu..
Aku marah pada diriku sendiri, mengapa aku sulit untuk melupakanmu?
Sedangkan kamu disana dengan mudahnya melupakanku.Tuhan..sungguh ini tak
adil bagiku. Ingin rasanya aku hilang ingatan, agar aku tak mengenalimu
dan kenangan dulu bisa terhapus di dalam memori otakku. Itulah jalan
satu-satunya untuk saat ini. Hari berganti hari, aku terus menjalani
hidupku tanpa dirimu. Dan aku merasa semakin hari aku selalu menyesali
kesalahanku padamu. Apakah kamu disana sudah mendapatkan pengganti
diriku? Aku harap kamu masih mengharapkanku, karena ku disini selalu
mengharapkan kehadiranmu dihidupku lagi. Apakah kamu disana selalu
memikirkanku?seperti aku yang selalu memikirkanmu. Aku hanya ingin tahu
isi hatimu saat ini. Apa kamu tak pernah berpikir tentang isi hatiku
saat ini? yang semakin hari semakin mendung karena tak ada lagi yang
menyinari hatiku.
Di dalam mimpiku kamu selalu ada untukku, dan kamu milikku. Tapi
ternyata, di dalam kehidupan nyata, kau hanyalah mimpi untukku dan aku
sulit menggapaimu kembali. Tak ada hal yang mampu ku perjuangkan selain
membiarkanmu pergi dan merelakanmu untuk orang lain yang pantas
menapatkanmu. Aku berusaha menikmati kesedihanku, kesakitanku hingga ku
terbiasa akan semua hal itu. Aku selalu meneteskan air mata untukmu,
padahal setiap butiran air mata yang jatuh itu semakin aku merindukanmu
dan sulit untuk melupakanmu. Kini aku merasa jatuh cinta padamu yang
bukan milikku lagi.
Tapi aku punya Tuhan, punya keluarga dan sahabat, yang selalu ada
untukku. Aku percaya Tuhan..Tuhan pasti sedang menguji kesabaranku saat
ini, dan pasti ada jalan keluar di balik ini semua. Mungkin di mataku
kamu yang terbaik untukku, tapi belum tentu kata Tuhan kamu yang terbaik
untukku. Aku percaya dan yakin bahwa skenario Tuhan adalah yang paling
indah.
Selesai
AKHIR SEBUAH PENANTIAN
Aku hidup bukan untuk menunggu cintamu.
Sulit ku terima semua keputusan itu.
Yang kini hilang tersapu angin senja.
Masih sulit pula untuk ku lupakan.
Suram dan seram jika ku ingat kembali.
Mungkin harus ku biarkan semua kenangan itu,
agar abadi oleh sang waktu.
Pagi ini cerah, hangat mentari yang bersinar dan sejuk embun di pagi itu
membuat semangat untuk menuntut ilmu makin bertambah. Ku percepat
langkahku. Seusai sekolah, ada ekstrakulikuler seni tari dan aku pun
mengikutinya. Masih belum beranjak dari tempat duduk ku. Dari arah
belakang terdengar suara yang memanggilku.
“Idaaa, tunggu !”
Aku pun melihat ke belakang “Kamu Raff, ada apa kok sampai tergesa-gesa ?” tanyaku penasaran.
“Emmm, ada yang mau kenalan sama kamu !”
“Tapi Raff, udah mau masuk kelas seni tarinya”
“Ya telat dikit kan gakpapa”.
Aku tidak menjawabnya. Aku bergegas pergi menuju kelas seni tari. Aku
simpan kata-kata Raffi tapi aku tidak memikirkannya disaat aku sedang
mengikuti seni tari.
***
Hari ini aku sengaja berangkat pagi, aku ingin menikmati udara pagi,
walaupun jarak antara rumah dan sekolah dekat. Sewaktu istirahat aku
kembali ingat dengan kata-kata Raffi kemarin siang. Siapa dia? Anak
mana? Namanya siapa? Berbagai pertanyaan mulai bermunculan di benakku.
Hingga aku tak sadar jika aku sedang melamunkannya.
“Heyhey, mikirin siapa sih kamu?” Tanya Ega yang membuyarkan lamunanku.
“Ha? Aku gak mikirin apa-apa tuh!”
“Kok ngelamun sih? Haaa, masih keinget ya sama kata-kata Raffi kemaren?”
“Ehh, apaan sih, mentang-mentang pacar Raffi trus kalian ngejek gitu, ahh gak asyiik”
“Yaya, Cuma bercanda kok”
Tiba-tiba Raffi datang menemuiku. Entah apa lagi yang akan ia sampaikan
kembali. Aku sendiri tidak berharap jika kata-kata itu lagi yang akan ia
sampaikan.
“Daa, ikut yuk, dia mau ketemu kamu, tuh udah ditunggu di kantin” ajak Raffi.
“Ahh, engga ahh, biarin aja dia samperin”
“Kok gitu? Ya udah deh, ini kesempatan loh, kok malah kamu sia-siain” Ucapan Raffi didengar oleh Layla, yang juga saudara Raffi.
“Ehh, ada apaan nih, keliatannya seru! Ada apa sih Raff, kok gak bilang-bilang?”
“Gak ada apa-apa, udah nanti aku ceritain”
Bel masuk kelas pun berbunyi, aku segera masuk kelas. Dan aku mengikuti
pelajaran yang berlangsung hingga usai. Pulang sekolah biasanya aku
jalan sendiri, jarak rumah deket.
“Ciiye Idaa” goda Layla
“Ada apa sih?” tanyaku penasaran.
“Tuh, orang yang di depan gerbang pake tas item ada corak biru, itu orang yang mau ketemu kamu.”
“Ha? Siapa dia? Namanya siapa?”
“Dia Tyo, anaknya pendiem banget, dia sahabat karib Raffi sama Adi”
Tanpa kata-kata apapun aku bergegas pulang, dalam perjalananku aku
memfikirkan semua hal yang Layla beritahu tadi. Yah, Tyo, aku masih
tidak menyangka kenapa dia mau bertemu, kenapa harus lewat temennya? Ah
mungkin dia malu. Ya udahlah.
***
Hari ini mulai muncul kabar buruk, banyak yang menyangka bahwa aku ini
adalah pacar Tyo, padahal bukan sama sekali. Aku kenal sama dia aja baru
kemarin. Di sela-sela pelajaran aku gunakan untuk menuliskan sebuah
kata-kata. Sepertinya aku memang benar-benar jatuh hati pada Tyo, “ahhh,
kenal langsung aja belum kayaknya mustahil deh” kata itu selalu muncul
di benakku.
Saat jam istirahat, aku selalu melewati kelasnya. Aku selalu melihat
tingkah lakunya, yang terkadang membuatku tersenyum-senyum sendiri. Oh
mungkin inikah cinta? Aku pernah merasakannya tetapi aku tak ingin
merasakannya lagi untuk saat ini.
Setelah kita kenal begitu lama, aku mengenal dia dengan ramah, dengan
baik, walaupun diantara kita tak pernah ada satu perkataan. Tiba-tiba
semua perasaanku menjelma, berubah entahlah seperti apa isi otakku. Aku
menyukainya, aku menyayanginya. Aku yakin dia pun begitu, tapi aku tidak
pernah pecaya itu, aku tidak pernah percaya bila ia menyukaiku juga,
aku hanya berharap begitu banyak padanya.
Hari ini ekstra pramuka sebenarnya, aku sama Tyo mau bicara tapi dia
tetap tidak mau. Dia tetap tak membuka kesempatan untuk perasaan kita.
Tapi aku masih yakin bila dia benar-benar mencintaiku. Sore itu aku
hanya pulang dengan semua mimpi ku yang telah pupus. Aku tak membawa
secuil harapan lagi untuk rasaku ini.
***
Malam ini aku tulis surat untuk nya. Aku harap ada sedikit respon
darinya. Dan respon itu tidak membuatku patah hati dan patah semangat.
Aku tahu Tuhan pasti mengerti disetiap mimpi dan harapanku.
Setelah selesai aku pun tidur. Hari ini aku sengaja bangun pagi, selain
aku piket aku juga ingin melihatnya lebih awal, hehe. Aku datang pertama
di sekolah, datang pertama juga di kelas, aku langsung piket, bersihkan
semuanya. Setelah selesai, aku kasih surat itu langsung ke dia. Aku tak
pernah mengira hal buruk apapun akan menimpa kita setelah surat itu
kau baca. Tiba-tiba Imma datang mengetuk pintu kelasku. Dia meminta ijin
dahulu, lalu memanggilku untuk menemuinya. Aku yang bingung, langsung
saja aku menurut.
“Nich surat dari Tyo!” kata Imma sambil memberikan surat dari Tyo.
“Apa ini? Jawaban suratku tadi pagi ya?”
“Iyaa, baca aja, dia bilang dia minta maaf kalo udah nyakitin perasaan kamu, dia gak bermaksud kayak gitu, ya udah baca aja.”
“Iyaa, makasiih udah ngaterin suratnya, aku titip salam buat dia”
Seketika aku menangis, air mata ini sudah tak bisa ku tahan lagi. Tetes
demi tetes mulai membasahi wajahku. Lalu ku hapus lagi begitu pun
seterusnya. Aku masuk kelas dan aku lanjutkan pelajaran yang sempat
tertunda, aku anggap saja ini semua tidak pernah terjadi.
“Ada apa sih, Yuk?” Tanya Ega.
“Di.. dia.. dia udah jawab semuanya” kataku terbata-bata
“Jawab apa? Bukannya diantara kalian itu tak pernah ada apa-apa?”
“Dia gak suka aku Ga, aku sih fine tapi kenapa sih yang nganter harus
Imma, dulu pas kamu sama Raffi putus, Imma juga kan yang nganter?”
“Iya ya, kok aku lupa ya? Ya udah deh, kamu yang sabar aja, cowok itu gak Cuma satu kok, gak Cuma dia doang”
“Iyaa Ga, makasiih” jawabku sambil mengusap air mataku
“Iya sama-sama”
***
Sulit menjalani hari tanpanya lagi, walaupun kita hanya sebatas gebetan,
tapi ternyata hal itu membuat kita menjadi bersahabat. Berbulan-bulan
aku nanti jawabanmu lagi. Tapi ternyata jawaban itulah yang sudah kamu
tetapkan. Aku hanya pasrah, aku menangis, bagaimana tidak jika seseorang
yang aku sukai ternyata telah membuatku menangis.
Aku berharap suatu saat nanti Tuhan mempertemukan kita, dan Tuhan
izinkan kita bersama. Jika Tuhan tidak mentakdirkan kita bersama biarlah
perasaan itu menjadi sebuah kenangan masa SMP kita.
*THE END*
I LOVE YOU, GOODBYE...
Aku memandangi foto tersebut beberapa saat. “Hanna, i’ll keep you on
my mind... we will meet again someday. Goodbye...” Ucapku dengan
memegang erat selembar foto di tangan kanan lalu menempalkannya di dada.
“Hanna!!” mimpi itu lagi! sudah beberapa kali aku bermimpi seperti itu.
“aku tidak tau mengenai Hanna semenjak kepindahannya. Lagipula, kenapa
kau baru mencarinya sekarang? Terakhir kali aku bertemu Hanna 2 tahun
yang lalu, ia bercerita kepadaku bahwa keluargamu tidak menyetujui
hubungan kalian. Karena itu kah kau meninggalkan Hanna ke Paris ?”
Celotehan Irina membuatku benar-benar merasa bersalah. Saat ini aku
membutuhkan dukungan, bukan nasehat-nasehat yang memojokkan posisiku.
Pergi ke Paris juga bukanlah keinginanku. Tetapi, jika aku tidak
melakukannya aku akan lebih melukai Hanna.
“Irina, aku datang kepadamu untuk menanyakan keberadaan Hanna, bukan
untuk mendengarkan ocehanmu! Kau tidak tau apa pun mengenai aku, jadi
jangan pernah berkata seolah-olah aku yang paling bersalah dalam hal
ini!” bentakku padanya. Irina menghampiriku, kemudian aku merasa cairan
bening mengalir dari atas membasahi kepalaku. Wanita itu menyiramku
dengan segelas air putih! “apa-apaan kau Irina?!”
Ia tersenyum sinis. Matanya menatapku tajam penuh rasa kebencian.
“kenapa kau hanya mencintainya Evan?! Aku menyukaimu lebih dari Hanna!!
Kalau wanita yang kau puja-puja itu memang mencintaimu, mengapa dia
pergi?! Mengapa dia tidak tetap diam menunggmu seperti yang aku lakukan
selama ini?! Aku bisa memberikanmu kasih sayang yang tidak pernah Hanna
berikan kepadamu Evan!” ucapan Irina membuatku bergidik. Wanita itu
sungguh menakutkan. Ia terlalu terobsesi terhadapku yang tidak pernah
menyukainya sedikitpun. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil
langkah seribu meninggalkan rumahnya.
Tampaknya datang pada Irina adalah keputusan yang salah. Tapi hanya dia
satu-satunya yang tersisa. Semua orang yang dekat atau pernah dekat
dengan Hanna sudah aku kunjungi rumahnya satu per satu, namun mereka
juga tidak mengetahui keberadaan wanita yang sangat ku cintai itu.
Aku mulai putus asa. Aku tidak tau lagi harus berbuat apa dan pergi
kemana untuk mencarinya. Akhirnya aku memutuskan untuk menenangkan diri
ke tempat aku dan Hanna biasa berkunjung. Duduk di tepi pantai dan
menatap lautan luas adalah kegemaran kami. Namun rasanya kini tidak sama
seperti dulu. Sekarang Hanna tidak ada di sampingku, ia pergi entah
kemana tanpa meninggalkan jejak.
Langit biru yang cerah mulai berubah warna menjadi oranye kekuningan.
Tidak terasa aku sudah berjam-jam duduk di tepi pantai ini. Aku seperti
orang bodoh. Menunggu dan berharap Hanna akan datang dan tersenyum
kepadaku.
Hanna, aku harus menjelaskan padamu alasan aku
meninggalkanmu dan memintamu untuk menunggu tanpa waktu yang jelas, tapi
di mana dirimu saat ini?
Ckrek!
Tiba-tiba saja aku melihat kilatan lampu flash. Tampaknya seseorang
telah mengambil fotoku dari belakang tanpa sepengetahuanku. Aku
membelokkan badanku dan ternyata dugaanku benar! “apa yang kau lakukan?!
Aku tidak suka seseorang memotretku tanpa izin!” wanita itu tidak
memedulikanku dan masih menatapi kamera DSLR-nya.
“ah, oh, maaf, aku tidak sengaja memotretmu. Hanya saja kau terlihat
begitu menyatu dengan objek sekitar. Kalau kau keberatan kau boleh
menghapusnya.” Ia perlahan menghampiriku. Ia menyodorkan kameranya ke
arahku. “ini, hapuslah sendiri fotomu.” Ujarnya.
Entah perasaan apa yang menghinggapiku. Aku tidak suka seseorang
mengambil fotoku tanpa izin terlebih dengan orang yang tidak ku kenal.
Tetapi kali ini berbeda. Aku ingin mengambil kamera itu dan menghapusnya
tapi aku tidak bisa. Hatiku berkata untuk tidak menghapusnya. “tidak
perlu. Kau bisa menyimpannya.” Kataku berusaha bersikap acuh.
“sungguh?! Terimakasih! Oya, siapa namamu?” wanita itu tersenyum riang.
Tanpa sadar aku bersama dengannya sepanjang sore. Kami
berbincang-berbincang tentang banyak hal hingga larut. Dan selama itu
aku tidak memikirkan Hanna. Kehadiran wanita bernama Kelly yang
mempunyai hobby fotografi itu telah membuatku merasa semakin bersalah
terhadap Hanna. Bisa-bisanya aku bersama wanita lain dan melupakannya.
Aku tidak tau, sungguh... semua mengalir begitu saja. Hanna, aku harap
kau tidak marah padaku jika kau mengetahui ini. Aku hanya mencintaimu
seorang.
“jadi kau pergi meninggalkannya karena terpaksa? Kalau kau tetap bersama
dengannya apa yang akan terjadi?” baru 2 hari aku mengenal wanita ini,
tapi aku merasa sangat dekat dengan dirinya. Kelly adalah tipe yang
periang. Setiap aku menatap matanya yang berkilat-kilat, aku merasa ia
memberikan aku semangat untuk tetap menjalani hidup walau perih.
“jika aku tetap bersamanya... ibu ku akan melukainya dengan cara
memperkenalkan Hanna dengan Christie.” Aku tak mampu meneruskan
ceritaku. Aku tertunduk berusaha tegar. Namun beberapa saat terdiam aku
kembali mengangkat kepalaku yang terasa berat dan menatap Kelly untuk
melanjutkan ceritaku. “Christie adalah wanita asal Paris yang di
jodohkan denganku. Semua itu adalah ulah ibu ku, maksudku ibu tiriku. Ia
ingin menyingkirkan aku dari rumah dan menguasai harta almarhum Papaku.
3 tahun aku menetap disana sampai pada saat acara pertunanganku dan
Christie diselenggarakan, tiba-tiba ibu tiriku mengalami serangan
jantung dan ia meninggal di tempat. Aku berfikir bahwa ini adalah
kesempatan bagiku untuk kembali ke Indonesia dan menemui Hanna. Tapi aku
masih belum dapat bertemu dengannya. Aku takut sesuatu terjadi
kepadanya.”
Wanita itu memegang bahuku dengan kedua tangannya. Ia menarikku ke dalam
pelukannya. “kau laki-laki yang sangat baik Evan. Mendengar ceritamu
aku jadi merasa iri terhadap Hanna. Ia beruntung sekali mendapati
dirimu. Aku akan membantu mencarinya.”
“terimakasih Kelly.” Ucapku pelan karena sedikit terkejut.
“sebaiknya kita pulang sekarang, langit sudah gelap. Bye Evan.” Lagi
–lagi gadis itu memamerkan senyum lebarnya yang indah. Aku seperti
terhipnotis olehnya. Aku tidak boleh begini. Aku harus sadar dan
memikirkan Hanna.
Langkah kakiknya semakin menjauh, sosoknya pun samar-samar tak terlihat
lagi oleh kedua mataku yang mempunyai minus 2. Kini hanya aku yang
berada di tepi pantai ini. Ketika aku bersiap pergi dari sana tiba-tiba
terdengar suara seperti bisikan angin:
“Evan, selamat tinggal... aku harap kau bahagia bersama dengannya. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau berikan.”
Suara itu lembut dan sangat pelan. Tetapi aku masih bisa mendengarnya
dengan jelas. Aku rasa ini hanya halusinasiku saja karena belakangan ini
aku selalu berkunjung ke tempat aku dan Hanna biasa bersama. Aku begitu
rindu terhadapnya sehingga aku sampai mendengar suara-suara aneh di
telingaku.
Jam menunjukkan angka 8 dan aku langsung melesat ke parkiran mobil dan
menginjak gas untuk pergi dari tempat itu. Di tengah perjalanan aku
teringat kembali akan semacam suara atau bisikan di telingaku tadi saat
di pantai.
Hanna, dimana dirimu? Aku rasa aku sedang frustasi sampai-sampai mengira suara itu adalah suaramu.
Ciiiittttttt...
Hampir saja aku menabrak wanita tersebut! Untunglah aku segera menginjak
pedal rem. Ketidakkonsentrasianku ini cukup untuk menyeretku ke
penjara. Aku melepas seat belt dan berniat menghampirinya. Tetapi ketika
aku keluar mobil aku tidak melihat siapapun.
Kemana wanita itu pergi? Tanyaku dalam hati penasaran.
“Hei! Evan! Apa yang kau lakukan di jalanan sepi seperti ini?” seruan itu.. aku rasa aku mengenal suara itu.
“K- Kelly?” kataku sedikit gugup tak percaya. Suatu kebetulan yang luar biasa menurutku.
Selangkah, dua langah, tiga langakah ia berjalan mendekatiku. Sekarang
ia tepat di depan wajahku. Kelly terdiam tertunduk menatap aspal jalanan
beberapa saat, lalu kemudian dengan secepat kilat ia merangkulku, ia
merangkulku dengan erat seperti orang yang sudah sangat lama tidak
bertemu dan meluapkan kerinduannya yang membuncah. Dan pelukannya kali
ini berbeda jauh dengan yang sebelumnya.
“h-hei, Kelly, ada apa denganmu?” tanyaku agak terbata-bata karena
kelakuan wanita satu ini. Entah mengapa aku merasa gugup, aku tidak
nyaman ia memelukku. Aku merasakan hal yang aneh dan di lain sisi aku
juga tidak enak dengan Hanna.
“jangan merasa tidak enak. Aku hanya ingin memelukmu sebentar saja
Evan.” Nadanya begitu lembut dan membuat aku luluh. Aku membalas pelukan
Kelly dan membiarkan ia juga memelukku.
“Evan, kemana lagi kita harus mencari Hanna? Kita sudah mengunjungi
rumah tempat ia tinggal dulu dan menanyakan kepada tetangga sekitar
namun tidak ada yang tahu dimana keberadaan ia atau keluarganya saat
ini.” aku mendengar suara Kelly yang sedang menyetir mobil. Aku tau ia
bertanya padaku. Tetapi aku tidak menjawabnya. Aku diam membisu karena
aku masih teringat akan kejadian semalam. Entahlah, tetapi dari nada
bicara Kelly ia seperti tidak pernah melakukan hal itu.
“Aku tau Evan, kau ingin pergi ke pantai itu lagi dan menghabiskan waktu
disana saja, bukan? Baiklah, aku akan menemanimu.” Ujarnya.
Sesampainya kami disana, seperti hari-hari yang lalu aku dan Kelly duduk
di atas pasir putih tepi pantai tersebut dan memandangi lautan biru
luas yang indah serta gumpalan awan cerah yang berbentuk seperti gulali.
“Hanna, ah maksudku Kelly... boleh aku tau dimana kau kemarin jam 8
malam?” senatural mungkin aku bertanya pada Kelly agar ia tidak curiga.
Entah mengapa aku ingin menanyakan hal ini.
“ah, jam 8 kalau tidak salah aku menelfonmu tetapi handphone-mu
sepertinya tidak aktif. Memangnya ada apa Evan?” wanita itu menjawab
pertanyaanku sambil memotret objek-objek di sekitarnya.
Apa?! Lalu siapa yang memelukku kemarin malam?! “t-tidak, tidak ada apa-apa.” ucapku berharap Kelly tidak menyadari keterkejutanku.
Ia berdiri dan menghempaskan pasir dari celana panjang. “Evan, tolong pegang dulu kameraku, aku mau ke kamar kecil.”
“baiklah.” Kataku sekenannya.
Melihat kamera itu hatiku seperti tertarik untuk melihat foto-foto yang
ada di dalamnya. Aku mulai menelusuri satu persatu foto demi foto yang
diambil oleh Kelly. Dia memang wanita yang berbakat. Semua hasil
potretannya bagiku begitu memukau.
“hei, kau sedang apa? melihat-lihat foto ya?” sahut seseorang yang sudah
pasti Kelly. Rupanya ia kembali dalam waktu yang sangat singkat,
padahal aku belum menemukan fotoku karena terlalu banyak tertimpa oleh
foto lainnya.
Aku mengulurkan kamera itu padanya. “ya, hanya sekedar melihat-lihat. Kau memang fotografer yang handal menurutku.”
“haha Evan kau pandai sekali memuji. Tapi aku masih amatir dan harus
banyak belajar lagi.” Ia tertawa lepas dan tersenyum lalu kembali
mengambil gambar di sekitarnya.
“Evan, bagaimana kalau kita foto bersama? Kau mau tidak?” tanya gadis itu dengan mimik yang berharap aku akan mengiyakannya.
“baiklah, terserah kau saja.”
Ckrek!
“waaah Evan, lihat!” Kelly menunjukan hasil foto di layar LCD kamera itu
kepadaku. Ia mengarahkan jari telunjuknya ke wajahku. “kau tampan
sekali, kalau teman-temanku melihatnya mereka pasti akan berebutan untuk
berkenalan denganmu haha.”
“sepertinya virusku tertular. Sekarang kau jadi pandai memuji Kelly.” Sindirku diiringi sedikit gelak tawa.
“mungkin saja haha.” Wanita itu tertawa renyah sampai matanya benar-benar menyipit.
Bersama dengannya aku merasa hal yang berbeda. Apa ini adalah rencana
Tuhan untukku? Apa aku harus melupakan Hanna dan memulai kehidupan yang
baru dengan orang yang baru juga? Entahlah, sempat terlintas difikiranku
seperti itu tetapi aku belum berani mengambil tindakan nyata. Aku takut
keputusan yang ku pilih malah akan memperburuk keadaan.
Bagaimana jika ketika aku sudah memilih Kelly, tiba-tiba Hanna muncul
dan kembali? Aku tidak tau harus menjelaskan padanya mulai dari mana.
Aku tidak ingin melukai hatinya lagi.
“Evan, aku akan bahagia jika kau bersama Kelly. Dia wanita yang baik. Kau tidak perlu ragu.”
Suara bisikan itu lagi! “Kelly, kau dengar suara itu?” tanyaku padanya seperti orang paranoid.
“suara apa Evan? Aku tidak mendengar apa pun, dan tidak ada suara lain selain desiran ombak di sini.”
“sudahlah, lupakan saja.” Ini membuatku gila. Suara itu kembali muncul dan membuat bulu kudukku berdiri. Apa maksud semua ini??
Nada dering handphoneku berbunyi cukup keras dan berhasil membangunkanku
yang masih terlelap. Aku menekan tombol ‘jawab’ tanpa melihat siapa
yang menelfon karena mataku menempel dan aku kesulitan membukanya.
“hallo..” sapaku dengan suara berat dan sedikit serak khas orang bangun tidur.
“astaga Evan, kau baru bangun tidur? Ini sudah jam 8, kau tau?!” omelan
dengan intonasi yang cukup tinggi serta suara yang agak cempreng ini
tidak salah lagi adalah milik Kelly.
“ah Kelly, berhenti mengomel. Telingaku sakit, kau tau? Ada apa menelfon
pagi-pagi? Tidak biasanya kau begini.” Akhirnya setelah usaha yang
cukup keras mataku bisa terbuka dan aku langsung melangkah ke kamar
mandi untuk mencuci muka sambil masih menempelkan benda kecil itu di
telingaku.
“aku sedang di tempat cetak foto. Aku ingin mencuci fotomu yang pertama
kali aku ambil dan foto kita kemarin.” Ucapnya terkekeh. “setelah
selesai aku akan kerumahmu untuk memberikannya. Jadi aku harap kau
segera mandi karena aku tidak mau kebauan ketika berada didekatmu nanti
haha.”
“ok ok, baiklah. Aku tunggu.”
“Evan, Kelly is here.” Aunty Clarice memasuki kamarku, ia adalah wanita
asal Australia, ia juga istri dari kakakku satu-satunya yaitu James.
Tetapi berhubung kakakku sedang mengurus cabang perusahaan keluarga di
Jerman, ia meninggalkan istrinya dirumah bersama denganku dan sekaligus
untuk menemaniku.
Ia berjalan ke arahku yang sedang duduk di atas kasur sambil membaca buku.
“i’m happy you already moved on from Hanna.”
“i’ve never tried to do that Aunty. Hanna will always be in my mind.” Ujarku menutup buku itu lalu turun ke lantai bawah untuk menemui Kelly.
“Don’t deny Evan. Don’t ignore your heart cause your mind won’t be able to feel it.” Seru Aunty Clarice.
Perkataan Aunty-ku memang benar. Tetapi saat ini aku belum tau apa yang
aku rasakan dan apa yang harus kulakukan serta kuputuskan.
“hei Kelly, sudah lama menunggu?” sahutku dari lantas atas lalu menuruni anak tangga satu persatu.
“oh h-hai Evan, tidak juga.” Suara Kelly terdengar gugup dan aneh. Seperti ada seseuatu yang ia sembunyikan dariku.
Aku baru ingat bahwa ia kemari karena ingin memberikan hasil fotonya.
Aku pun menagih janji itu. “oya, boleh aku lihat foto yang sudah kau
cetak? Pasti hasilnya sangat bagus.” Ucapku dengan menorehkan senyum
kepadanya.
“ah i-itu.. iya hampir saja aku lupa.” Kelly langsung merogoh-rogoh ke
dalam tas warna coklatnya mencari benda tersebut, tetapi tampaknya foto
itu tidak ada. “mmm.. maaf Evan, aku rasa aku meninggalkannya di tempat
cuci foto tadi. Aku akan mengambilnya dan segera kembali.” Aku bisa
melihat dari bahasa tubuh Kelly yang canggung dan bersikap tidak seperti
biasanya. Aku tau ada sesuatu yang terjadi dan ia tidak ingin aku
mengetahuinya.
“tidak perlu Kelly!” pekikku cukup keras karena wanita itu sudah berada
di ambang pintu dan bersiap pergi. “sini, duduklah dulu.” Kataku sambil
menepuk-nepuk sofa.
Ia berjalan kaku menghampiriku dan duduk di sampingku. Aku memperhatikan
air mukanya yang gusar dan agak pucat. “Kelly, tatap aku!” perintahku.
Dengan terpaksa ia memutar kepalanya 90© dan berusaha memandangku. “Ada
apa sebenarnya? Apa yang kau sembunyikan dariku?” tanyaku mendalam.
Gadis itu mengalihkan tatapannya dan tertunduk. Aku bisa mendengar
dengan jelas bahwa ia sekarang tengah menangis sesenggukan. “aku
berbohong Evan. Ambilah di dalam tasku dan lihatlah sendiri.”
Aku mengikuti perkataannya. Tapi untuk apa Kelly berbohong? Ini hanyalah
foto. Batinku terus bertanya seperti itu sampai akhirnya aku
mendapatkan benda yang kucari.
Terdapat 2 lembar foto dan foto yang pertama kulihat adalah foto aku dan
Kelly saat di pantai kemarin. Kelly terlihat cantik dan begitu ceria di
foto tersebut. Hal apa yang harus ia khawatirkan sampai-sampai ia
berbohong padaku? Aneh sekali pikirku.
Foto selanjutnya... mungkin ini adalah alasan Kelly bersikap begitu. Aku
tidak percaya melihatnya. Aku benar-benar shock. Jantungku berhenti
berdetak dan seluruh syarafku mati selama beberapa saat. Aku tidak tau
apakah ini editan semata atau foto asli sungguhan.
“Kelly, tolong jelaskan padaku. Kau yang mengedit fotoku, iya kan
Kelly?!” aku menaikkan nada bicaraku terhadapnya karena foto ini memang
sulit dipercaya.
“tidak Evan. Aku tidak mengeditnya. Aku juga tidak tau kenapa hasilnya
bisa seperti itu.” suara parau dan tangisnya yang tak henti membuatku
merasa bersalah. Aku telah menuduhnya melakukan itu. Aku telah bersikap
kelewatan kepada wanita ini.
Aku memeluknya dalam sekejap. Aku tak mengerti mengapa aku bertindak
seperti ini. Mungkin perkataan Aunty Clarice benar. Aku tidak boleh
menyangkalnya. Aku tidak boleh mengabaikan hatiku karena pikiranku tak
akan mampu merasakan kebenaran yang dirasakan oleh hatiku.
“maafkan aku Kelly. Aku tidak bermaksud menuduhmu. Aku... aku hanya...
ini sulit sekali dipercaya. Tapi aku harus mengatakan ini padamu.” Aku
melepaskan pelukanku perlahan lalu menggengam tangannya dan memandang
matanya lekat-lekat. “aku menyukaimu Kelly. Sungguh. Ini nyata
perasaanku yang sebenarnya. Kau pasti meragukannya, tapi aku mohon kali
ini percayalah. Sejak pertama berkenalan denganmu aku mulai merasa
bayangan Hanna memudar dan perlahan kau menggantikan posisinya dihatiku.
Senyumanmu memberikanku semangat. Tawamu telah merubah aku yang dulu
selalu menyalahkan diri sendiri karena meninggalkan Hanna. Aku jujur
dengan ucapanku Kelly.”
Ia berhenti menangis dan menatapku. Tatapan matanya tampak sedang
mencari-cari kejujuran didalam mataku. Tiba-tiba saja wanita itu
merangkulku erat sekali.
“akhirnya kau bisa mencintai orang lain. Aku sangat bahagia Evan. Maaf
aku menggunakan tubuh Kelly untuk berbicara denganmu. Kau begitu serasi
dengannya. Satu saja permintaanku Evan, aku ingin kau dan Kelly datang
ke tempatku.” Suara itu! Aku ingat sekarang. Ini adalah suara Hanna!
“tidak, Hanna, jangan pergi!” aku semakin mempererat pelukanku.
“Evan, aku tidak punya banyak waktu. Aku harus pergi setelah aku dapat
berbicara denganmu. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau
berikan. Kau adalah pria yang istimewa bagiku.” Aku meneteskan air mata
mendengar perkataan Hanna. Bagaimana bisa ia meninggal? Apa yang telah
terjadi?
“tunggu! Hanna, apa yang telah terjadi padamu?” dengan cepat aku melepaskan dekapanku dari tubuh Kelly yang berisikan roh Hanna.
“a-aku... meminta keluargaku untuk pindah kuliah ke Bali. Aku berharap
bisa melupakanmu di sana. Tetapi aku salah, aku justru semakin
merindukanmu yang tak kunjung datang. Nilaiku juga menurun drastis, dan
aku tidak ada orang yang mau dekat denganku karena mereka berfikir aku
wanita yang aneh dan selalu menyendiri. Mereka menjauhi aku dan
memandangku sinis. Karena aku tidak tahan akan cobaan ini, akhirnya aku
menjatuhkan diri dari lantai 5 gedung asramaku. Evan, aku malu
sebenarnya menceritakannya padamu. Aku wanita yang lemah, tapi kau harus
tau. Aku tidak ingin membuatmu terus bertanya-tanya dan mencari aku
yang bahkan sudah tiada.” Kelly, melalui dirimu aku dapat melihat
tatapan sedih Hanna. Aku bisa merasakannya.
“Hanna, kemana aku harus pergi?” tanyaku polos.
“aku akan menyampaikannya pada Kelly. Aku harus pergi Evan. I love you,
goobye...” setelah mengucapkan kalimat terakhirnya tubuh Kelly kemudian
terkulai lemas, pingsan di atas sofa.
Jumat, 11 November 2011 - Denpasar, Bali
Aku dan Kelly saat ini berada di tempat, di mana Hanna dimakamkan.
Ternyata setelah meninggalnya Hanna, orangtuanya kembali ke kampung
halamannya di Manado. Aku tak dapat bersua. Aku masih belum menyangka
nisan di hadapanku ini benar-benar miliknya. Meskipun tertulis jelas dan
lengkap nama “Hanna Isabel Maria” namun di dalam hatiku, aku berharap
ini adalah Hanna Isabel Maria yang lain, bukan Hanna yang ku cintai.
“Evan, cepat letakkan bunga melati putih itu. Hanna pasti sudah menunggu
momen ini. Aku yakin dia bahagia di atas sana.”ujar Kelly yang berdiri
di sampingku yang sudah lebih dahulu menaruh bunga di atas makam Hanna.
Tanganku gemetar ketika akan menaruh bunga tersebut. Aku seakan tak
mampu menghadapi kenyataan ini. Tetapi Kelly menggengam tanganku. Ia
membantuku dengan senyum ikhlasnya. Tak terlihat sama sekali kecemburuan
di wajahnya walau ia tau masih ada sebagian dari Hanna yang tertinggal
di dalam diriku.
Aku mengeluarkan selembar foto dari dompetku dan menaruhnya di dekat
bunga melati putih itu. Ya, foto yang ku taruh adalah hasil jepretan
Kelly yang membuatku tersentak kaget. Foto itu adalah fotoku saat
pertama kali aku dan Kelly bertemu. Ia memotretku dari belakang, dan
ternyata terdapat sosok bayangan Hanna yang cukup jelas di dalam foto
tersebut setelah dicetak. Ia terlihat sedang duduk di sampingku, dan
yang membuatku lebih terkejut yaitu ia tampak seperti mencium pipiku.
Saat pertama kali melihatnya aku meneteskan air mata karena begitu tak
percaya. Namun, biar bagaimanapun itu adalah kenyataannya.
“Kelly, tetaplah bersamaku dan jangan pernah meninggalkan aku. Karena
apa pun yang terjadi aku tidak akan pergi darimu.” aku memeluknya dengan
erat. Aku tidak akan lagi menyia-nyiakan wanita yang berharga dalam
hidupku. Cukup sekali aku berbuat kesalahan dan tak akan aku
mengulanginya.
“Evan, thank you for loving me.” Bisiknya di telingaku.
Hanna, you never really left. I’ll always remember you. I can’t
forget you or erase you from my heart. I’m able to get my happiness with
Kelly, and i hope you’re smiling seeing us from up there.
I will watch you through these nights..
Rest your head and go to sleep..
This is not our farewell..
(Within Temptation – Our Farewell)
DE END